Manakah yang lebih mudah, mengerti untuk dimengerti - atau - dimengerti untuk mengerti ?
Pernahkah kita marah2 kepada orang lain karena kita sudah capek, lelah, banyak pekerjaan ? Pernahkah kita dalam keadaan yang sudah tidak ada tenaga, tidak ada kekuatan, dan kita masih ada pekerjaan yang harus dilakukan bersama orang lain, kemudian kita membentak-bentak atau mengatakan hal-hal yang membuat orang lain tersinggung? Pernahkah kita panik atau emosi di kala deadline menunggu, dan kita putus asa karena ada prioritas pekerjaan lain yang tiba-tiba menganggu kemudian membentak-bentak orang lain sebagai orang bodoh karena tidak bisa membantu pekerjaan kita? Pernahkah kita ingin merasa dikasihani, karena pekerjaan yang menumpuk dan tak pernah selesai yang mengakibatkan kita tidak bisa melakukan pekerjaan lain yang seharusnya juga menjadi bagian kita? Di saat itulah, kita butuh dimengerti. Di kala kita berada di titik tubuh yang paling lemah, ketika kita tidak mampu menahan beban hidup yang berlebihan, ketika kita memaksakan diri kita untuk melakukan semuanya sendirian, di kala kita merasa "super power" untuk mengerjakan semua hal, ada saatnya kita akan butuh dimengerti dengan melakukan hal-hal emosional seperti yang telah disebutkan diatas.
Kita butuh dimengerti bahwa kita ini sudah capek, bahwa kita sudah tidak punya tenaga untuk bekerja, bahwa kita ini sudah berusaha, bahwa kita ini sudah mati-matian, bahwa kita ini sudah tidak tidur satu minggu, dan berbagai alasan yang lainnya agar orang lain mengerti mengapa kita marah, mengapa kita agak sewot, menunjukkan sikap yang tidak ramah dan yang paling penting adalah mengharapkan orang lain membantu kita melakukan apa yang kita mau akibat kelemahan kita. Apakah Anda pernah melakukan hal ini ?
Teman saya, katakanlah si A, melakukan hal seperti ini. Tidak hanya sekali, tetapi berkali2 melakukannya kepada saya. Tidak semua orang pernah melakukan hal ini. Tetapi, ada kalanya seseorang akan mencapai titik kelemahannya sehingga mereka akan berusaha dimengerti untuk bisa mengerti orang lain. Si A minta agar orang lain tahu betapa capeknya dia, betapa susahnya dia agar orang lain mau membantu dia, sedangkan dia selalu mengerjakan pekerjaan yang dia anggap ringan, pekerjaan yang dia suka agar terhindar dari pekerjaan sulit.. dan selalu melimpahkan pekerjaan sulit kepada orang lain dengan berbagai dalih, seperti capek, banyak pekerjaan lain, dll.
Bagaimana sikap kita terhadap orang yang bertipikal demikian ? "Kasihilah musuhmu". Hukum itu sangat sulit untuk dilakukan bukan ? Dan, orang yang seperti ini, bukan musuh kita, tetapi bisa menimbulkan kejengkelan dalam diri kita akibat sikap dia yang selalu minta dimengerti. Dan, lucunya adalah, dia bukan hanya minta dimengerti, tetapi minta dibantu mengerjakan pekerjaan yang sulit, yang dia tidak bisa lakukan dengan dalih bahwa dia capek, dia banyak pekerjaan.
Sebuah hal yang sangat susah untuk dijelaskan. Dan, sangat susah bagi kita untuk bersikap kepada orang yang selalu minta dimengerti seperti teman saya ini. Apabila kita sebagai rekan kerjanya, tentu saja capek apabila selalu bertemu dengan dia setiap hari dan selalu bersikap demikian di kala deadline menanti keesokan hari.
Kasih... itulah yang selalu diajarkan oleh Tuhan. Kasih itu panjang sabar, kasih itu murah hati, kasih itu lemah lembut, dst. Dan, tetaplah mengacu pada kasih yang sejati, kasih dari Tuhan.
Sebagai manusia ciptaan Tuhan, alangkah indahnya apabila kita belajar mengerti terlebih dahulu untuk dimengerti. Ketika kita capai, kita berusaha mengerti orang lain terlebih dahulu agar kita juga bisa dimengerti oleh orang lain. Ketika kita banyak pekerjaan dan mau mendelegasikan tugas kita, kita berusaha mengerti keadaan orang lain terlebih dahulu dan mengkomunikasikan dengan baik - dalam segala kondisi kita (baik dalam keadaan capek, keadaan susah, keadaan tidak enak, dsb.).
Hidup akan terasa indah ketika semua orang bisa mengerti untuk dimengerti - bukan dimengerti untuk mengerti.
Selamat menjalani kehidupan anda masing2.
No comments:
Post a Comment