Wednesday, August 18, 2010

Hal buruk membawa dampak positif. Bisakah ?

Kita selalu memandang bahwa hal buruk akan membawa dampak buruk. Ada banjir besar datang, tentunya akan membawa penyakit. Ada gempa bumi, tentunya akan membawa kerusakan dan kerugian daerah yang mengalaminya. Ujian gagal, sehingga tidak bisa lulus tepat waktu dan harus membayar uang tambahan untuk sekolah. Dan lain sebagainya.

Kita pasti pernah juga diperhadapkan dengan kata-kata umum yang membawa pada persepsi negatif, seperti "sudah nasib", "memang begini adanya", dan lain-lainnya. Bisa jadi, kata-kata itu muncul karena latar belakang kita, keberadaan kita saat ini, atau ada hal buruk yang menimpa kita sehingga kita memposisikan diri menjadi orang yang "malang", perlu dikasihani, tidak mampu berbuat apa2 tanpa orang lain, dll.

Kemarin saya menonton Discovery Channel. Ada 2 hal yang saya pelajari dari siaran tersebut tadi malam. Pertama, tidak semua hal buruk membawa dampak buruk. Kedua, kita bisa melihat efek positif dari hal yang buruk pada masa yang tidak bisa kita ketahui.

Cerita Discovery Channel kemarin mengisahkan bagaimana musim panas (Summer) menyelamatkan Jepang dan men-duakalilipat-kan negara Amerika. Pada saat pemerintah Kubilai Khan di Mongolia, ada suatu waktu Kubilai Khan menyerang negara Jepang dengan armada kapal laut. Karena belum ada teknologi yang bisa memperkirakan cuaca, penyerangan dilakukan pada saat musim panas yang dilihat sebagai cuaca yang paling pas untuk menyerang. Alhasil, ketika armada laut Kubilai Khan menyerang Jepang, mereka selalu terkena badai panas yang selalu datang ke Jepang setiap musim panas. Armada laut Kubilai Khan pun porak-poranda sebelum perang dan kembali ke daratan China. Pada tahun berikutnya, armada tersebut kembali menyusun strategi penyerangan ke Jepang lagi. Dan, pada saat penyerangan berlangsung, datanglah badai panas menyerang laut dan sekali lagi memporak-porandakan armada laut Kubilai Khan. Dua kali penyerangan Kubilai Khan gagal karena badai musim panas yang menyerang Jepang saat Summer.

Begitu pula cerita tentang penggandaan negara Amerika Serikat. Pada masa pemerintahan Napoleon di Eropa, Napoleon ingin menduduki negara lain dengan armada kapal. Sampailah armada Napoleon di wilayah Amerika Serikat (Illinois). Wilayah tersebut menjadi wilayah jajahan Napoleon yang pertama kali. Tanpa disadari, kedatangan armada Napoleon tersebut adalah pada masa musim panas. Dan, musim panas saat itu identik dengan peredaran nyamuk yang dapat memunculkan penyakit demam kuning (yellow fever) yang dapat membunuh manusia dalam masa inkubasi 1 minggu. Bala tentara Napoleon yang telah menduduki wilayah tersebut tersiksa dengan gigitan nyamuk demam kuning tersebut. Alhasil, pasukan Napoleon mundur teratur akibat gigitan nyamuk yang mematikan itu. Dan, daerah jajahan Napoleon kembali menjadi daerah milik benua yang masih belum berpenghuni banyak.

Bisakah kita mengatakan badai Jepang dan gigitan nyamuk itu sebuah hal buruk ? Tentu saja bisa. Tetapi, bisakah kita melihat hal buruk itu sebagai hal positif ? Ketika kita merasakan sendiri, maka kita akan mengatakan bahwa badai dan gigitan nyamuk itu membawa dampak buruk ke kita. Tetapi, ketika kita sudah berada di masa depan seperti saat ini, kita bisa melihat bahwa hal tersebut memberi kebebasan untuk negara Jepang dan Amerika Serikat dari penjajahan negara lain, pada saat itu. Bukankah hal itu adalah hal yang positif ?

Begitu pula di hidup kita. Ada banyak hal yang menimpa hidup kita dan kita langsung mengatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang buruk tanpa melihat sebuah nilai positif yang bisa kita ambil dari hal itu. Misal, ketika kita gagal ujian, maka kita bisa berpikir positif bahwa kita bisa belajar lebih baik dan lebih detail untuk subjek ujian yang telah gagal tersebut.

Daripada meratapi nasib buruk kita, ada baiknya kita melihat hal positif dari setiap kejadian buruk yang menimpa kita. Semoga kita tetap semangat walaupun berbagai hal buruk telah menimpa kita. Seperti kehidupan Ayub, Tuhan memberikan kelimpahan pada akhirnya karena Tuhan mendapati imannya tetap teguh dalam berbagai pencobaan hidupnya. Bagaimana dengan kita ?

Thursday, August 12, 2010

Sekecil apapun masalahnya, masalah itu tetap adalah sebuah masalah

Tidak peduli skala kecil atau besar, sebuah masalah tetaplah sebuah masalah. Hal ini identik dengan perkataan bahwa tidak peduli kesalahan kecil atau besar, semua orang yang bersalah tetap harus masuk penjara.

Dalam konteks religius, kita lebih menekankan pada kata dosa daripada kata "kesalahan". Dan, ungkapan kata "dosa" mengandung makna yang cukup dalam perihal relasi antara manusia dengan Tuhan. Oleh karena itu, tanpa melihat skala (besar / kecil, panjang / lebar, dsb.), sebuah hal itu tetap pada padanan kata yang dimaksud (masalah, kesalahan, dosa).

Kemarin, kota Busan dilanda badai "dianmu" yang kedatangannya telah diperkirakan oleh badan meteorologi Korea. Semua orang telah waspada dan negara pun telah memberikan informasi kepada semua masyarakat untuk waspada terhadap badai ini. Karena negara Korea ini negara kecil yang diapit oleh negara-negara besar, maka potensi badai yang dapat merusak adalah sangat kecil. (demikian pola pikir beberapa orang)

Kembali mengacu pada kalimat awal, tanpa melihat skala, yang namainya badai itu tetaplah sebuah badai.

Saya tidak merasakan badai itu karena saya berlindung di rumah ketika badai tersebut terjadi. Ketika saya melihat siaran televisi yang menyiarkan secara langsung akibat dari badai tersebut, saya baru menyadari bahwa posisi saya berada di lokasi yang menguntungkan sehingga tidak merasakan akibat yang buruk dari kedatangan badai tersebut. 4 orang meninggal, 2 orang luka-luka dan mobil di area pantai Haeundae porak-poranda oleh karena angin keras yang menyeret ombak di lautan sehingga menerpa daratan di tepi pantai. Belum lagi banyak rumah kelam akibat meluapnya air karena intensitas air yang tiba2 melonjak dan banjir bandang memenuhi beberapa ruas jalan.

Ada yang berkata kepada saya bahwa badai yang terjadi kemarin itu kecil, tidak ada apa2nya dibandingkan dengan badai (bencana alam) di Indonesia. Benarkah pola pikir ini?

Saya bersyukur ketika mengetahui bahwa Korea akan mendapat kiriman badai dari China. Ketika saya mendengar berita tersebut, saya merasa bisa waspada ketika hal itu akan terjadi. Begitu pula ketika saya mencari informasi tentang prakiraan cuaca di kota Busan, informasi perihal badai ini begitu lengkap sehingga saya dapat merencanakan aktivitas saya di hari ketika badai itu tiba.

Sekecil apapun hal tersebut, baiklah kita tidak meremehkan hal tersebut. Masalah kecil adalah sebuah masalah. Uang kecil adalah uang. Sedikit makanan adalah makanan. Setetes air adalah air. Ungkapan skala terhadap sebuah kata benda dapat menjadi tolok ukur kita memandang benda tersebut. Bukankah demikian ?

Marilah kita belajar untuk melihat sesuatu dari kacamata dan pola pikir yang tepat. Tidak meremehkan sesuatu yang kecil (masalah, dosa, kesalahan) dan bersyukur walaupun mendapatkan dalam jumlah sedikit (berkat, uang, makanan).

Thursday, July 8, 2010

JADILAH SEEKOR ELANG

Tidak ada seorang pun yang dapat membuatmu melayani pelanggan dengan lebih baik. Itu karena pelayanan yang baik adalah sebuah PILIHAN

Harvey Mackay, menceritakan sebuah kisah tentang seorang pengemudi taksi yang membuktikan hal ini.

Suatu hari ia sedang mengantri menunggu taksi di sebuah airport. Ketika sebuah taksi mendekat hal pertama yang ia perhatikan adalah keadaan taksi tersebut yang tampak sudah digosok hingga mengkilap. Pengemudi taksi yang terlihat sangat rapi dalam kemeja putih, dasi hitam dan celana panjang hitam tersebut keluar dan memutari taksi tersebut untuk membukakan pintu untuk Harvey.

Dia memberi temanku sebuah kartu yang telah dilaminating dan berkata:
“Saya Wally, supir anda. Selagi saya memasukan barang-barang anda ke bagasi, saya harap anda bersedia untuk membaca pernyataan misi saya.”

Harvey mengambil dan membaca kartu tersebut.

Di sana tertulis:
Pernyataan Misi Wally: “Untuk mengantarkan penumpang saya ke tempat tujuan mereka dengan cara tercepat, teraman, dan termurah dalam lingkungan yang bersahabat”.

Hal ini sempat membuat Harvey terkejut.

Terutama ketika ia menyadari bahwa keadaan di dalam taksi tersebut persis sama dengan tampak luarnya. Bersih tanpa noda!

Sambil mengemudi, Wally berkata, “Apakah anda mau segelas kopi? Saya memiliki satu thermos kopi biasa dan satu decaf.”

Sambil bercanda teman saya berkata, “Tidak, saya lebih memilih soft drink.”

Wally tersenyum dan berkata, “Tidak masalah. Saya memiliki pendingin yang berisi Cola, Diet Cola, air, dan jus jeruk.”

Harvey berkata dengan hampir tergagap, “Baiklah saya akan mengambil Diet Cola.”

Sambil memberikan minuman kepada Harvey, Wally berkata, “Bila anda membutuhkan bacaan, saya punya Wall Street journal, Time, Sport illustration dan USA Today.”

Sambil menepi, Wally menawarkan teman saya sebuah kartu berlaminating yang lain. “Ini adalah beberapa daftar stasiun radio dan musik yang dimainkannya yang dapat diputar disini bila anda berkenan mendengarkan radio.”

Dan seakan semua itu tidak cukup, Wally memberitahu Harvey bahwa AC telah dinyalakan dan bertanya apakah suhunya sudah cukup nyaman untuknya.

Kemudian ia menyarankan rute terbaik menuju tempat tujuannya di waktu seperti saat itu.

Dia juga berkata bahwa ia akan sangat senang untuk mengobrol atau menceritakan tentang beberapa pemandangan, atau jika Harvey lebih memilih untuk dibiarkan sendiri.

“Wally, tolong beri tahu saya,” dengan kagum teman saya bertanya kepada pengemudi tersebut, “Apakah anda selalu melayani setiap penumpang seperti ini?”

Wally tersenyum melalui kaca spion depan.

“Tidak, tidak selalu, malahan hal ini baru saya lakukan dua tahun belakangan ini. Selama lima tahun pertama saya mengemudikan taksi, saya menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk mengeluh sebagaimana yang dilakukan kebanyak pengemudi taksi. Hingga suatu hari saya mendengar guru pengembangan pribadi, Wayne Dyer, di radio. Dia baru saja menulis sebuah buku berjudul ‘Anda akan Melihatnya Ketika Anda Mempercayainya’.”

“Dyer berkata bila kamu bangun di pagi hari dan mengharapkan hari yang baik, namun kamu sering mengeluh dan bersikap negatif terhadap setiap keadaan. Maka kamu akan mendapati hari-hari yg buruk.”

“Dia berkata, ‘Berhentilah mengeluh! Buatlah dirimu berbeda dalam kompetisi. Jangan menjadi seekor bebek. Jadilah seekor Elang.’ Bebek terbiasa mengeluh sedangkan elang terbang tinggi di angkasa dengan penuh kedamaian dan kemenangan.”

*diambil dari cerita motivasi*

Wednesday, April 7, 2010

Obyektivitas vs. Subyektivitas

Manusia, pada dasarnya, adalah sosok yang subjektif. Meskipun kita mengatakan bahwa kita sudah berusaha objektif, tapi unsur subjektivitas dalam diri kita melekat karena situasi lingkungan dimana kita dibesarkan, dimana kita tinggal, dimana kita selalu memiliki pengaruh dan dipengaruhi.

Suatu hari, saya bertemu dengan seorang Korea yang tidak makan daging. Muncul pertanyaan dari saya pribadi "Apakah kepercayaan Anda sehingga anda tidak makan daging?". Persepsi yang terbentuk sejak saya kecil, tidak makan daging adalah identik dengan kepercayaan tertentu. Namun, ternyata saya keliru.

Dia menjawab "Saya tidak makan daging karena (1). ingin turut merasakan kesedihan saudara2 di bagian negara lain yang tidak bisa makan daging. (2). konsumsi daging di Korea telah berlebihan. Hal ini menyebabkan kenaikan potensi penyakit (baik yang ditularkan melalui hewan atau penyakit akibat berlebihan makan daging)."

Saya benar2 terkejut mendengar pernyataan beliau. Ternyata, beliau lebih memilih makan sayur (atau selain daging) dengan alasan yang benar2 di luar dugaan saya. Dan, saya mulai menyadari, bahwa saya masih perlu banyak belajar perihal obyektivitas.

Semoga cerita ini juga memberi pandangan baru bagi para pembaca.

Wednesday, March 31, 2010

Everyday is worth remembering

Everyday is worth remembering. Saya sudah tahu hal ini sedari dulu. Tetapi, saya ingin berbagi bagaimana pernyertaanNya benar2 luar biasa dalam setiap lini kehidupan saya.

Ketika saya melihat 6 hari ke belakang, saya merasa bahwa saya tidak mampu untuk bisa menyelesaikan tugas yang harus saya kerjakan dalam kurun waktu 5 hari. Kamis lalu (hari ini juga hari Kamis), saya memiliki tugas menyelesaikan 2 buah research report yang akan dipublikasikan di event international yang bergengsi. Setiap kali pertemuan dengan professor, beliau selalu menyampaikan bahwa faktor KUALITAS adalah faktor utama dalam pembuatan sebuah research paper.

Deadline kedua event itu pas pada hari yang sama, 31 Maret 2010. Saya menyadari kemampuan saya yang terbatas, sehingga saya harus mengatur jadual untuk hal-hal non-urgent & non-important. Mulai dari hari Jumat, dimana professor menyetujui untuk pembuatan paper, saya membuat draftnya. Hari Sabtu, saya harus mengorbankan weekend bersama istri dan kegiatan rutin lainnya untuk paper ini. Hari Minggu, otomatis tidak optimal karena kesibukan di gereja. Hari Senin, draft awal harus diberikan ke professor untuk penentuan apakah dilanjutkan atau tidak.
3 hari rally yang melelahkan untuk menyelesaikan laporan dalam 15 halaman berakhir menggembirakan. Paper tersebut disetujui oleh professor untuk diteruskan. Namun, itu masih hanya 1. Paper yang lain masih dalam tahap 0 dan harus ditunjukkan hari Selasa.
Hari Senin subuh, saya tak sanggup menahan kantuk dan lelah. Ketika hampir terlelap, inspirasi bermunculan. Selasa pagi langsung menggarap kembali ide2 yang muncul. Tetapi, rasa capek membuat pikiran dan tubuh tidak saling berkompromi. Dibutuhkan kopi dan susu yang menambah semangat juang. Setelah berjuang hingga sore hari, mata berkunang-kunang, kepala sakit tak karuan, jalan pulang untuk makan malam pun sempoyongan, dan pada malam harinya dipanggil professor untuk persetujuan. Berita menggembirakan muncul kembali. Professor memperbolehkan draft berikutnya.

Masih ada masalah yang tersisa. Deadline tinggal 1 hari. Bagaimana mungkin 2 paper diselesaikan dalam 1 malam ? Emangnya kayak dongeng Candi Prambanan ? ^^
Sesuai usulan professor, saya diminta menghubungi panitia salah satu event untuk melihat kemungkinan penambahan waktu untuk pengiriman paper. Tetapi, reply tidak kunjung datang. Event yang lain tidak mungkin di-extend. Artinya, kedua paper harus tetap selesai pada schedule yang ditentukan.

Tibalah tanggal 31 Maret dengan wajah lesu, tampang capek dan tubuh yang remuk lebam karena tidak tidur (lebih tepatnya tidak bisa tidur) dalam rangka menyelesaikan misi paper. Tanpa disangka2, jam 12 siang saya menerima balasan email dari panitia event international tersebut bahwa deadline ditambah 2 minggu. Sebuah berita yang menggembirakan. Tetapi, di balik kegembiraan itu, muncul berita menyedihkan buat saya (masih berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab saya disini). Duka bercampur suka datang, tapi tugas masih harus diselesaikan.

Semua rasa capek, penat, letih, lesu... semuanya berganti sukacita ketika saya berhasil mengirimkan paper ke salah satu email panitia. Saya hampir menangis terharu melihat penyertaanNya dalam 5 hari ini. Saya merasa tidak mampu menyelesaikannya sendirian. Ternyata DIA masih memberikan kemampuan buat saya. Dan, istri saya yang luar biasa senantiasa memberi dukungan dalam 5 hari ini.

Ucapan syukur setiap hari akan berdampak pada pengingatan akan keseharian yang kita lalui. Everyday is worth remembering. Remember that God is always with you in every single step of your life. ~~~~

Tuesday, January 12, 2010

Zona nyaman & Zona kebosanan

Saya baru menikmati liburan di Indonesia selama 2 minggu. Tak terasa, liburan 2 minggu tersebut serasa sangat singkat karena berbagai aktivitas yang begitu padat. Semua hal yang dilakukan dalam 2 minggu tersebut meninggalkan banyak kenangan indah karena semuanya harus dilakukan untuk memenuhi rasa kangen keluarga dan Indonesia.

Merupakan sebuah pergumulan yang berat ketika harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke rutinitas belajar. Sebuah zona nyaman (kehidupan di Korea) yang kemudian diganti dengan sebuah refreshing dan kenikmatan hidup, yang pada akhirnya berubah menjadi sebuah zona kebosanan. Liburan 2 minggu telah memberi perubahan makna zona nyaman (keseharian hidup di Korea) menjadi zona kebosanan ketika ada waktu-waktu berharga bersama keluarga yang begitu indah yang telah hilang selama menikmati zona nyaman tersebut.

Pemaknaan hidup selama liburan di Indonesia memberi sebuah sisi positif tersendiri bagi kehidupan saya. Pada awalnya, saya melihat kehidupan di Korea begitu enak. Tetapi, setelah kepulangan ke Indonesia, hidup enak itu tidak dapat dilihat dengan perspektif diri sendiri. Tetapi, kita harus melihatnya secara holistik.

Maksud dari holistik adalah melihat kehidupan kita dari orang terdekat di sekitar kita. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri. Ketika kita hidup sebagai mahluk sosial, kita sedang hidup bersama dengan keluarga, teman, saudara, dan orang-orang lain yang mendukung aktivitas kita. Rasa nyaman kita akan semakin goyah ketika kita bisa merasakan bagaimana kasih dan perhatian dari orang-orang terdekat semakin hilang. Dan, ketika kita kehilangan kasih dan perhatian itu, maka zona nyaman kita akan berubah menjadi zona kebosanan. Pada akhirnya, kita justru berharap lepas dari zona nyaman itu kembali kepada sebuah tempat dimana kasih dan perhatian itu dapat kita rasakan sepanjang waktu.

Saya bisa merasakan bagaimana kasih bisa mengalahkan segala hal dalam kehidupan kita. Betul, kasih yang sempurna akan memberi kelegaan pada kehidupan kita walau hidup kita dalam kondisi yang tidak nyaman. Asalkan hidup dipenuhi dengan kasih sayang, maka hidup kita akan merasa tentram dan nyaman. Kehidupan yang tidak nyaman akan menjadi lebih nyaman ketika kita merasakan adanya kasih dan perhatian tersebut.

Perubahan tidak selalu baik. Namun, perubahan diperlukan untuk memberi kesegaran pada setiap rutinitas kehidupan kita. Apabila kita merasakan ada sisi positif dari perubahan dalam jangka waktu tertentu, artinya kita sedang terlilit dalam zona nyaman yang terkungkung oleh batasan waktu. Kita perlu berpindah sejenak dari zona nyaman kita untuk melihat bagaimana dinamika dunia sekitar kita untuk melihat dunia dari kacamata yang berbeda.

Saya bersyukur bisa pulang dan kembali ke Korea lagi. Terlebih lagi, saya bersyukur saya bisa bersama keluarga di Indonesia yang begitu setia menanti saya dan memberi perhatian yang luar biasa selama saya pulang di Indonesia. Saya dirawat dan diperhatikan seperti tamu agung. Dan, saat ini, kenangan indah itu hanya menjadi memori. Saya harus kembali ke Indonesia lagi untuk memberi yang terbaik bagi keluarga saya di Indonesia.

Tuesday, October 20, 2009

Always do the best

Today, I and my senior were appointed as exam supervisor of undergraduate course for 1 hour 15 minutes. My senior told me that we have to aware of students who want to do "cunning" since our professor teach a very tough course in IE department (it is "Database Theory")

As a typical student, all students really expect to have an easy problem for the exam. As I read the problems, some might be difficult but most them were easy (for me). I saw one student on the back side who was very nervous. I came to his side on the first 5 minutes and he became more nervous. During the first 30 minutes, he did nothing since I stood beside him. The next 30 minutes, he became "a bit angry" since he couldn't cunning. As a result, he returned the blank answer sheet to the exam supervisor.

He just sit down and did nothing during 1 hour 15 minutes. Why ? He could try to answer some of the problems, couldn't he ? He is lazy ? or He didn't understand ?

I think he didn't try of his best. He underestimate this course. He think that this course bring disadvantage for him. This is what I thought at that time.

From this experience, I could do self-evaluation. Did I do my best in every matters in my life ? Sometimes, I'm not. If I didn't do my best, people may think about me the same as I thought about that guy. Therefore, in order to avoid bad perception from others, let's always do the best in every parts of our life. ^^.