Saturday, January 19, 2008

Kebudayaan - salah satu hambatan dalam memiliki visi

Salah satu hambatan utama yang membuat manusia susah dalam memiliki visi adalah -KEBUDAYAAN. Pada dasarnya, manusia terbentuk sesuai dengan lingkungan dimana dia dilahirkan, lingkungan dimana dia dibesarkan, lingkungan dimana dia dibentuk. Lingkungan tempat dia dilahirkan, dibesarkan dan dibentuk akan membuat dia memiliki sebuah kebiasaan yang sering kita sebut sebagai budaya.

Kalau orang di sekitar kita sering terlambat dalam sebuah pertemuan, maka kita akan bisa tertular dengan kebiasaan tersebut... dan akhirnya kita bisa memiliki budaya terlambat. Kalau orang di sekitar kita sering makan permen karet sebagai sebuah kebiasaan untuk mencuci mulut setelah makan, maka kita juga akan memilki budaya makan permen karet untuk membuat bau mulut menjadi segar setelah makan.

Budaya adalah sesuatu yang dihasilkan dari proses berkepanjangan dan menjadi sebuah rutinitias - atau mendarah daging dalam hidup keseharian kita. Karena proses tersebut telah membuat kita terbiasa, maka akhirnya kebiasaan itu membudaya luas pada orang-orang yang berada di sekitar kita, yang pada akhirnya juga "senjata makan tuan" pada karakter kita sendiri.

Hal ini akan menghambat diri kita untuk melihat sesuatu dengan perspektif yang berbeda. Hal ini akan menutup mata kita terhadap hal-hal lain yang sepertinya susah tetapi justru hal tersebut lebih baik dari kebiasaan kita.
Contoh... budaya terlambat adalah sesuatu yang sangat umum ketika saya ada di Indonesia. Tetapi, ketika saya tiba di Korea, saya sadar bahwa saya harus bisa menempatkan diri seperti layaknya seorang Korea. Pernah suatu kali saya terlambat 5 menit. Amarah yang saya terima lebih dari 5 menit.... sehingga saya mengevaluasi diri saya untuk lebih tepat waktu.

Begitulah dengan membentuk VISI pribadi. Seringkali VISI kita tidak akan terlepas dari kebudayaan dimana kita berada. Sangat susah bagi kita untuk mencari "PENGLIHATAN" di luar lingkungan kita, di luar kebudayaan kita, di luar lingkungan kita. Kalau begitu, bagaimana supaya kita bisa memiliki visi yang melihat jangka panjang sebagai sebuah tujuan?

Benturan budaya adalah sebuah cara untuk membentuk diri kita menjadi tangguh dalam beradaptasi di budaya yang berbeda. Ketika kita hidup sendirian di luar negeri, di luar daerah kita, .. ketika kita tinggal bersama dengan orang yang tidak satu daerah dengan kita, tinggal dengan orang yang tidak satu bahasa dengan kita, .. maka kita akan mengalami banyak benturan-benturan kebudayaan.

Apabila kita bisa melihat hal yang positif dari benturan ini, maka kita akan mengambil hal yang positif untuk menjadi bagian dari dalam diri kita.. dan membuang yang negatif agar tidak melekat dalam diri kita. Dan hal ini perlu dilakukan terus menerus, seperti halnya sebuah pisau - semakin diasah maka pisau tersebut akan semakin tajam.

Jangan lelah untuk "MELIHAT" budaya yang berbeda. "MENCICIPI" kebudayaan yang berbeda adalah hal yang sah dan tidak melanggar hukum. Dan, akan lebih baik untuk mengasah dengan budaya lain yang positif daripada sekedar mengasah diri kita dengan kebudayaan yang telah melekat puluhan tahun dalam diri kita.

Seorang teman saya selalu berkata bahwa dirinya hanya mau sekolah supaya pintar. Hal ini karena dia melihat teman2 di daerahnya banyak yang tidak sekolah dan orang tuanya mengenyam pendidikan hingga SMP. Karena dia hanya ingin menjadi orang pintar, maka dia cuma menginginkan lulus S1. Dia sengaja memilih teman yang tepat agar bisa mencapai mimpinya, lulus S1. Teman-temannya adalah orang-orang yang rajin dan tekun dalam belajar. Dan, pada akhirnya hal ini membuat dia termotivasi untuk semakin belajar hal-hal yang baru. Bahkan dia termotivasi untuk bisa belajar di luar negeri. Namun, ekonomi menjadi masalah bagi hidup dan keluarganya. Tiba saatnya untuk dia lulus, ternyata di luar dugaan, dia mendapat kesempatan untuk bisa sekolah di luar negeri dengan beasiswa. Dia adalah seorang yang tidak pernah merasakan hidup di luar negeri. Akhirnya dia pun bisa berangkat dengan bekal uang pinjaman dan sukses menyelesaikan master'nya. Saat ini, dia memiliki visi seperti orang-orang di tempat dia belajar untuk gelar magister'nya. Pengaruh selama 2 tahun di S2 mengubah kebudayaan hidupnya selama 20 tahun di Indonesia. Dan, sekarang dia bekerja di sebuah perusahaan Multinasional ditambah dengan berbagai usaha sampingan yang dia jalankan untuk dapat hidup lebih layak daripada sebelumnya.

Berbeda dengan teman saya yang lain, dalam posisi yang sama dengan teman pertama saya. Orang tuanya ingin melihat dia berhasil. Dia dari keluarga yang mampu dan dikirim ke Surabaya untuk jadi lebih terdidik (S1). Karena kondisi terkekang selama dia hidup hingga SMU, Alhasil, tahun pertamanya dihabiskan untuk memuaskan dirinya dengan hal-hal duniawi bersama dengan teman-teman yang "berandal". Dia menghabiskan 1 tahun untuk menikmati kehidupan di masa muda. Dan, saat ini... dia menghadapi resiko DO (drop out) dari studinya. Kehidupan yang tidak bervisi dan tidak memiliki arah.. serta pergaulannya dengan orang-orang buruk membuat dia harus mengalami ketidaknyamanan dalam hidup - tidak lulus S1. Dan banyak caci maki akibat kesalahan dalam pergaulan.. dan tidak mau lepas dari kebudayaan dunia yang lebih menawarkan kenikmatan.

Selama masih ada kesempatan, gunakan waktu Anda untuk "MELIHAT" dunia luar daripada "PUAS" dengan keberadaan Anda saat ini. Jangan takut terhadap hal-hal yang bisa "membentur" Anda. Selama hal tersebut BAIK, BENAR dan BERGUNA... perjuangkan itu, raihlah itu, dan bagikan hal itu kepada orang lain. FIGHTING !!

Tuesday, January 8, 2008

Visi - Think Big

Ketika saya masih SD, teman2 selalu bilang - buat apa cari yang sulit kalau kita bisa menyelesaikan soal dengan cara yang mudah. Namun, dengan berjalannya waktu, kehidupan bertambah kompleks - permasalahan bertambah rumit, dan banyak hal yang membutuhkan kebijaksanaan dalam menyelesaikan persoalan kehidupan, bukan hanya persoalan ujian di sekolah yang menghasilkan nilai kelulusan.

Dengan terbiasanya pola hidup mencari cara yang mudah, hal ini sepertinya tertiup ke segala aspek kehidupan. Bahkan, banyak orang juga bakalan berpikir seperti saya, ketika menghadapi sebuah persoalan hidup. Kalau kondisi tempat kerja tidak enak, cari saja tempat kerja lain yang lebih enak. Kalau tempat tinggal tidak layak, cari tempat tinggal lain yang lebih layak. Kalau makanan di rumah tidak enak, pergi ke restoran saja. Kecenderungan ini membuat karakter kita tidak terasah dalam menghadapi kesulitan hidup dan membuat diri kita semakin mudah melarikan diri dari masalah. Mencari cara yang paling mudah untuk menyelesaikan masalah akhirnya berakar dan menjadi budaya yang cukup kuat di banyak kalangan masyarakat.

"our lives are not made by the dreams we dream but by the choices we make". Mengutip sebuah renungan kehidupan yang ditulis di Our Daily Bread, "choices" ada di tangan kita. Kehidupan yang selalu mencari cara yang mudah membuat kehidupan kita seakan hambar dan biasa-biasa saja. Ketika kita melihat sebuah tantangan besar menghadang, kita selalu bisa mencari 1001 alasan untuk mempermudah tantangan tersebut (atau bahkan menghindar dan menjauhi tantangan tersebut)

Inilah hidup manusia yang akhirnya tidak siap dalam berpikir besar (Think Big). Ketika melihat sesuatu yang besar, sepertinya ini adalah hal yang sulit. Kalau ada yang mudah, kenapa cari yang susah ?

Apakah pernah Anda membayangkan bagaimana Terusan Panama dibuat ? 4 tahun pembuatan terusan Panama yang akhirnya dibuka 1940an adalah sebuah proses yang membutuhkan ketekunan luar biasa. Banyak orang menyangsikan hasil Terusan Panama pada saat itu. Puluhan ribu orang dikerahkan untuk mega proyek yang menghabiskan jutaan dollar (pada masa itu). Hutan dipangkas dijadikan kanal. Rawa dimodifikasi menjadi bendungan. Alam yang tidak kondusif harus diatasi dengan pola pikir "engineering". Resiko demi resiko harus dihadapi untuk mendapatkan sebuah manfaat yang besar bagi dunia ini.
Banyak orang berpikir bahwa itu SULIT. Tetapi, Kennedy memilih orang-orang yang tepat untuk memimpin mega proyek tersebut, sehingga akhirnya Terusan Panama - saat ini - dapat dinikmati oleh para Logistic Vendor di dunia. Terusan Panama dapat memotong waktu perjalanan sebuah kapal muat container lebih dari 80% waktu perjalanan. Bukan hanya kapa muat container saja, tetapi banyak kapal-kapal lain menggunakan Terusan ini untuk mempersingkat perjalanan yang seharusnya berputar ke bagian Selatan terlebih dahulu. Dan, negara Panama mendapatkan keuntungan secara finansial dari adanya Terusan tersebut.

Opini kompas hari ini (9 Januari 2008) menuliskan mengenai perbedaan persepsi antara permasalahan dan solusi. Bencana banjir yang kerap terjadi - terutama setelah sungai Bengawan Solo meluap - seakan-akan hanya dapat ditanggulangi dengan pembuatan 20 waduk pengendali banjir dan penanggulangan akibat pembalakan liar yang membuat ekosistem semakin rusak. Hal ini tentunya tidak salah, tetapi justru saling melengkapi. Namun, pemikiran ini belum dilengkapi dengan dasar pemikiran yang lebih empiris yang bisa menyelesaikan permasalahan dalam jangka panjang. Solusi yang pernah dilakukan dulu seakan menjadi satu-satunya solusi yang memungkinkan tanpa melihat studi empiris yang lebih mendalam. Sebagai contoh, bagaimana negara Belanda yang mampu mengatasi banjir berkepanjangan yang dikarenakan negara ini berada di bawah permukaan laut. Pada saat muncul ide-ide solusi alternatif, banyak hal yang dialami pemerintah. Kesulitan demi kesulitan dihadapi, kritik diterima dan dijelaskan dengan studi yang lengkap. Dan, saat ini rakyat Belanda merasakan manfaat dari kesulitan dan keterpurukan yang berkepanjangan.

Masih banyak cerita kehidupan yang lainnya. Apa yang dipikir oleh orang sebagai sebuah kesulitan, apabila kita bisa bertekun - berusaha - berdoa - dan berserah, maka semuanya itu akan menghasilkan sebuah cerita yang bahkan kita tidak akan bisa mempercayainya. Yang Maha Kuasa akan memberikan tuntunan bagi siapa saja yang berserah dan berusaha serta berdoa memohon kekuatan dan penyertaanNya.

Bagaimana dengan diri kita ? Siapkah kita untuk berpikir Besar (Think Big) ?

Monday, January 7, 2008

"Pengiring" Visi

Negara Korea memiliki keunikan tersendiri, dalam hal makanan, budaya dan bahasa. Banyak hal yang berbeda dengan Indonesia, terutama dalam 3 hal tersebut. Tak heran apabila seseorang yang baru menginjakkan kakinya di Korea akan kebingungan dan berusaha mencari informasi selengkap-lengkapnya tentang banyak hal, meski ada juga yang akhirnya hidup terisolasi (menyendiri) karena takut salah dalam melangkah.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapati seseorang yang baru datang di Korea dan kebingungan bagaimana bisa hidup di Korea (karena permasalahan seperti yang saya sebutkan diatas). Beliau terus mengirim email yang isinya kekhawatiran karena di Korea dia hidup sendiri, tidak tahu bahasa, bagaimana berkomunikasi, dll dsb. Hari ini saya membaca email dari beliau. Beliau menyatakan sangat gembira setelah beberapa hari di Korea, akhirnya bisa jalan-jalan dan melihat bahwa sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menghadapi kenyataan hidup di Korea (terutama dalam hal bahasa). Hal ini tidak lain karena adanya teman-teman satu negara-nya yang membantu untuk melihat keadaan sekeliling dan mengajarinya untuk bisa "bertahan hidup".

Dalam kehidupan kita, seringkali kita mengalami hal yang sama. Setelah menyatakan berani melangkah pada suatu tujuan tapi akhirnya terhenti dengan ketakutan-ketakutan yang menghambat langkah kita. Ketakutan yang semestinya tidak perlu terjadi, ketakutan yang semestinya tidak perlu dikhawatirkan akhirnya menghantui perasaan kita dan membuat kita terhambat dalam melakukan hal yang "BISA" kita lakukan.

Ketika kita telah memiliki visi, janganlah kita terhenti melakukan hal yang telah terlihat jelas di depan mata kita. Raihlah mimpi itu. Raihlah visi itu. Terkadang, kita tidak bisa sendirian dalam meraih visi itu. Kita membutuhkan "pengiring". "Pengiring" yang saya maksud dari cerita di atas adalah teman-teman (satu negara, satu bangsa, seiman, satu daerah, dll dsb.) yang membuat kita mengerti tentang perjalanan hidup kita. Tetapi, jangan lupa.... bahwa kehidupan kita juga diiringi oleh SAHABAT SEJATI, SOBAT YANG SETIA, Pencipta kita...., yang selalu menyertai setiap langkah dan permasalahan dalam kehidupan kita.

Jangan takut melangkah. Kita memiliki "pengiring" yang agung yang selalu beserta dengan kita.

Visi - mimpi

Beberapa orang mengatakan, visi = mimpi. Bagaimana pendapat Anda ?

Saya tidak berani mengatakan benar atau salah. Hal ini bisa dianggap benar karena apa yang menjadi ambisi, tujuan, harapan kita di masa depan, itu bisa diterjemahkan dalam satu kata - VISI. Tetapi, tidak selalu yang menjadi impian itu bisa diterjemahkan menjadi visi.

Mari kita simak beberapa hal berikut ini.
Presiden Korea terpilih (pemilu Des 2007) memiliki visi meningkatkan perekonomian Korea lebih daripada sebelum-sebelumnya. Mayoritas pemilih presiden Lee adalah orang-orang yang menginginkan adanya kenaikan ekonomi di negara ginseng ini. Oleh sebab itu, apa yang diimpikan oleh eks-walikota Seoul ini juga melihat apa yang diekspektasikan oleh masyarakat Korea Selatan pada umumnya.

Pada awal Januari 2008, Korean Times menuliskan beberapa target yang akan dicapai oleh pemerintahan Presiden Lee. Hal yang paling mencengangkan adalah pembuatan Kanal sepanjang kurang lebih 450 km (dari Seoul ke Busan) untuk mempermudah jaringan logistik di Korea Selatan. Media transportasi air dianalisa lebih murah dibandingkan media transportasi lainnya. Dan, hal ini tidaklah mustahil untuk dilakukan, mengingat negara Amerika Serikat telah menerapkannya pada beberapa negara bagiannya dan Dubai telah memulai proyek ini di UEA. Namun, berdasarkan polling warga, 70% menyatakan ragu tentang keberhasilan proyek ini (yang akan memakan waktu 2 tahun)
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2008/01/123_16547.html

Berita lainnya adalah target untuk mencapai pendapatan per kapita sebesar US$ 31.000 pada tahun 2012. Kalau hal ini dapat terjadi, maka Korea akan termasuk dalam 7 negara yang memiliki pendapatan per kapita terbesar se dunia.
http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2008/01/123_16552.html

Apakah ini mimpi ? Apakah ini visi ? Sebuah visi berangkat dari sebuah mimpi yang akhirnya diterjemahkan ke dalam misi. Visi untuk meningkatkan perekonomian negara diikuti dengan misi-misi kecil, membuat kanal dan proyek peningkatakan pendapatan per kapita yang disertai dengan target spesifik. (2 tahun proyek Kanal - pendapatan per kapita sebesar US$31.000)

Sama halnya dengan kepemimpinan diri kita. Apabila kita memiliki visi atau mimpi, baiklah kita menerjemahkannya dalam hal yang realitas - dalam bentuk numerik atau deklarasi pernyataan - yang membuat kejelasan dari visi atau mimpi tersebut.
Nehemia adalah seorang yang bisa menjadi contoh tentang pentingnya sebuah visi. Visi yang tertanam dalam hati Nehemia adalah membenahi tembok Yerusalem. Dan segenap misi yang dilakukan olehnya dapat kita cerna lebih dalam di kitab Nehemia.

Tanpa adanya visi yang jelas, maka hidup kita tidak akan bisa berjalan pada arah yang benar. Tentu saja, ketika kita memiliki visi, bukan hanya mengandalkan kekuatan diri kita sendiri, tetapi harus melihat siapa yang menciptakan diri kita. Allah telah menciptakan diri kita segambar dengan rupa Allah dan kita diberi mandat untuk berkuasa dan menaklukkan bumi. (Kej 1 : 27-28). Oleh karena itu, sudah sepantasnya visi atau mimpi yang kita buat diperuntukkan kepada sang Pencipta kita, untuk kemuliaan Allah di muka bumi ini. Dan, sebagai anak-anakNya, kita akan diberikan visi yang tepat untuk kita jalankan selama kita hidup di dunia ini.

Carilah visi itu agar hidupmu semakin berharga di hadapanNya.

Thursday, January 3, 2008

Visi - pentingkah ?

Tempat saya sekolah saat ini - Pusan National University (PNU) - memiliki sebuah visi yang sangat konkret.

Tahun 2015 akan menduduki peringkat 10 se-Asia dan peringkat 100 se-dunia.

Apakah hal ini tidak mungkin ? Apakah hal ini terlalu sombong ? Apakah hal ini terlalu dibesar-besarkan ?

Sepertinya, ini adalah sebuah tujuan yang hendak diraih, tanpa mengabaikan kemampuan dan segenap sumber daya yang dimiliki oleh kampus ini. PNU merupakan salah satu kampus nasional yang diperhitungkan di Korea Selatan. Tentunya, tidak mustahil apabila kampus ini menetapkan target yang sepertinya terlalu "berlebihan".

Dengan melihat segenap sumber daya yang ada, saya merasa bahwa kampus ini mampu meraihnya. Apalagi setelah melihat pemaparan misi per tahun hingga tahun 2015 (step 1 2007-2011 dan step 2 2011- 2015) , sepertinya mereka akan mampu meraih target yang diimpikan.

Kalau begitu, kembali ke pertanyaan awal. Visi - pentingkah ? Kalau tidak ada visi yang jelas, maka organisasi tidak akan berjalan dalam arah yang benar. Kalau Anda sedang berada dalam sebuah organisasi, atau anda sekarang adalah pemimpin sebuah organisasi, buatlah visi yang jelas agar semua orang di organisasi Anda, bawahan Anda, ataupun atasan Anda mengetahui target yang Anda akan hasilkan selama Anda berada di organisasi tersebut.