Thursday, May 29, 2008
Komunikasi menunjukkan kepribadian
Ketika saya bertanya kepada si A, kira-kira beginilah diskusinya :
Saya : Bolehkah saya ikut perkunjungan ke Hyundai Industry ?
A : Tidak boleh.
Saya : wah, memangnya hanya untuk peserta saja ya ?
A : Pokoknya tidak boleh. (seraya pergi meninggalkan saya).
Saya jadi bingung dengan jawaban yang sepertinya tidak masuk akal. Kemudian, saya coba bertanya kepada si B, kira-kira beginilah diskusinya :
Saya : Saya akan senang sekali kalau diperbolehkan ikut perkunjungan ke Hyundai Industry.
B : Wah, kebetulan acara itu hanya diperuntukkan bagi peserta yang membayar, bukan para anggota panitia. Tetapi, kalau jumlah peserta terbatas, saya rasa professor akan mengundang mahasiswa asing untuk bergabung ikut dalam perkunjungan tersebut. Tapi, saya tidak bisa memastikannya. Tunggu saja kabar baik berikutnya.
Saya : ooo... kira-kira kapan diputuskan untuk dibuka bagi para panitia ?
B : Wah, saya tidak berani memastikan informasi ini. Tunggu saja informasi dari professor. (sambil tersenyum)
Kalau Anda jadi saya, tanggapan mana yang paling menyenangkan dan tidak mengecewakan ?
Semua orang pasti akan mengatakan bahwa Si B adalah tipikal orang yang baik, pemimpin yang perlu diteladani, pemimpin yang bisa dianggap bijaksana karena mengemukakan pendapat dengan sebuah alasan yang masuk akal dan dengan cara yang bijaksana pula. Tidak seperti si A, yang main hantam dengan kata "pokoknya" yang tidak jelas juntrungannya dan terlihat seperti tidak bertanggungjawab.
Siapa yang akan mendapat banyak simpati dari orang lain ?
Tentunya si B, bukan si A. Dari komunikasi kedua orang itu, kita bisa menilai kepribadian mereka masing-masing. Demikian juga diri kita masing-masing. Cara kita berkomunikasi akan menunjukkan pribadi kita. Dan, kepribadian kita akan menentukan bagaimana kita akan menjadi seorang pemimpin.
Bermuka Dua
Inilah orang yang bermuka dua. Bisa tampil berbeda di waktu yang sama untuk orang yang berbeda. Capek juga kalau ketemu orang seperti ini. Namun, hidup kita pasti tidak akan terlepas dari tipikal orang-orang seperti ini.
Begitulah kehidupan sehari-hari di lab saya. Teman saya baru saja menunjukkan tampang sedih, tampang tak berdaya, susah, capek, pokoknya yang jelek2 di hadapan saya.... tiba2 raut mukanya berubah menjadi gembira, penuh senyum, bersemangat ketika datang seorang professor menemui saya. Lain orang harus dihadapi dengan cara berbeda, untuk menunjukkan respek, penghargaan dan justru belas kasihan. hehehe...
Alangkah indahnya, kita bisa tampil segar, ceria, senyum selalu .. tanpa ada tedeng aling-aling, tanpa disertai dengan itikad buruk (cari muka, ataupun berusaha menunjukkan tidak ada masalah) kepada setiap orang yang kita temui, baik itu orang sederajat, orang yang lebih "rendah" dari kita, maupun orang yang lebih "tinggi" dari kita.
Kasih harus diwujudkan kepada semua orang tanpa perkecualian, bukan ? Bentuk wajah kita juga mencerminkan kasih kita kepada orang lain. Muka cemberut, sedih, merengut ... tak lain hanya menunjukkan bentuk ingin dikasihani, bukan mengasihi kepada orang lain. Anda setuju dengan hal ini ? Ayo kita berubah.. tampil senyum dan bermuka gembira senantiasa. Bersyukur atas segala rahmat Tuhan akan membuat wajah kita tidak akan nampak sedih karena Tuhan sudah mencukupkan kebutuhan kita kapan pun, dimanapun dan dalam segala keadaan apapun juga. Amen.
Wednesday, May 28, 2008
Mengerti untuk dimengerti - Dimengerti untuk mengerti
Manakah yang lebih mudah, mengerti untuk dimengerti - atau - dimengerti untuk mengerti ?
Pernahkah kita marah2 kepada orang lain karena kita sudah capek, lelah, banyak pekerjaan ? Pernahkah kita dalam keadaan yang sudah tidak ada tenaga, tidak ada kekuatan, dan kita masih ada pekerjaan yang harus dilakukan bersama orang lain, kemudian kita membentak-bentak atau mengatakan hal-hal yang membuat orang lain tersinggung? Pernahkah kita panik atau emosi di kala deadline menunggu, dan kita putus asa karena ada prioritas pekerjaan lain yang tiba-tiba menganggu kemudian membentak-bentak orang lain sebagai orang bodoh karena tidak bisa membantu pekerjaan kita? Pernahkah kita ingin merasa dikasihani, karena pekerjaan yang menumpuk dan tak pernah selesai yang mengakibatkan kita tidak bisa melakukan pekerjaan lain yang seharusnya juga menjadi bagian kita? Di saat itulah, kita butuh dimengerti. Di kala kita berada di titik tubuh yang paling lemah, ketika kita tidak mampu menahan beban hidup yang berlebihan, ketika kita memaksakan diri kita untuk melakukan semuanya sendirian, di kala kita merasa "super power" untuk mengerjakan semua hal, ada saatnya kita akan butuh dimengerti dengan melakukan hal-hal emosional seperti yang telah disebutkan diatas.
Kita butuh dimengerti bahwa kita ini sudah capek, bahwa kita sudah tidak punya tenaga untuk bekerja, bahwa kita ini sudah berusaha, bahwa kita ini sudah mati-matian, bahwa kita ini sudah tidak tidur satu minggu, dan berbagai alasan yang lainnya agar orang lain mengerti mengapa kita marah, mengapa kita agak sewot, menunjukkan sikap yang tidak ramah dan yang paling penting adalah mengharapkan orang lain membantu kita melakukan apa yang kita mau akibat kelemahan kita. Apakah Anda pernah melakukan hal ini ?
Teman saya, katakanlah si A, melakukan hal seperti ini. Tidak hanya sekali, tetapi berkali2 melakukannya kepada saya. Tidak semua orang pernah melakukan hal ini. Tetapi, ada kalanya seseorang akan mencapai titik kelemahannya sehingga mereka akan berusaha dimengerti untuk bisa mengerti orang lain. Si A minta agar orang lain tahu betapa capeknya dia, betapa susahnya dia agar orang lain mau membantu dia, sedangkan dia selalu mengerjakan pekerjaan yang dia anggap ringan, pekerjaan yang dia suka agar terhindar dari pekerjaan sulit.. dan selalu melimpahkan pekerjaan sulit kepada orang lain dengan berbagai dalih, seperti capek, banyak pekerjaan lain, dll.
Bagaimana sikap kita terhadap orang yang bertipikal demikian ? "Kasihilah musuhmu". Hukum itu sangat sulit untuk dilakukan bukan ? Dan, orang yang seperti ini, bukan musuh kita, tetapi bisa menimbulkan kejengkelan dalam diri kita akibat sikap dia yang selalu minta dimengerti. Dan, lucunya adalah, dia bukan hanya minta dimengerti, tetapi minta dibantu mengerjakan pekerjaan yang sulit, yang dia tidak bisa lakukan dengan dalih bahwa dia capek, dia banyak pekerjaan.
Sebuah hal yang sangat susah untuk dijelaskan. Dan, sangat susah bagi kita untuk bersikap kepada orang yang selalu minta dimengerti seperti teman saya ini. Apabila kita sebagai rekan kerjanya, tentu saja capek apabila selalu bertemu dengan dia setiap hari dan selalu bersikap demikian di kala deadline menanti keesokan hari.
Kasih... itulah yang selalu diajarkan oleh Tuhan. Kasih itu panjang sabar, kasih itu murah hati, kasih itu lemah lembut, dst. Dan, tetaplah mengacu pada kasih yang sejati, kasih dari Tuhan.
Sebagai manusia ciptaan Tuhan, alangkah indahnya apabila kita belajar mengerti terlebih dahulu untuk dimengerti. Ketika kita capai, kita berusaha mengerti orang lain terlebih dahulu agar kita juga bisa dimengerti oleh orang lain. Ketika kita banyak pekerjaan dan mau mendelegasikan tugas kita, kita berusaha mengerti keadaan orang lain terlebih dahulu dan mengkomunikasikan dengan baik - dalam segala kondisi kita (baik dalam keadaan capek, keadaan susah, keadaan tidak enak, dsb.).
Hidup akan terasa indah ketika semua orang bisa mengerti untuk dimengerti - bukan dimengerti untuk mengerti.
Selamat menjalani kehidupan anda masing2.
Sunday, May 25, 2008
Terima kasih..
Sebuah pertanyaan retoris yang susah untuk dijawab. Tetapi, saya adalah sekian orang yang beruntung, yang mendapatkan perhatian dari orang-orang yang belum bisa mendapatkan perhatian.
Saya bersyukur sekali, di hari ulang tahun saya (beberapa hari yang lalu), saya mendapat banyak ucapan selamat dari rekan-rekan saya selama di Indonesia. Meskipun lokasi yang berjauhan, teknologi telah menjadi jembatan yang bagus untuk komunikasi. Dan, saya bersyukur bahwa masih banyak orang-orang yang memperhatikan hari kelahiran saya, walaupun itu hanya perkara 1-2 menit menuliskan "HAPPY BIRTHDAY" di friendster, atau di yahoo messenger saya.
Dan... belum lagi 3 kali perayaan ulang tahun yang dirayakan dalam 2 hari berturut2. Serasa hidup ini begitu indah di tengah teman2 yang penuh perhatian,kasih sayang dan penuh dengan rasa persaudaraan.
Terima kasih untuk semua persaudaraan dan persahabatan yang telah diberikan hingga saat ini. Terima kasih untuk sebuah perhatian yang memberi rasa haru, secara khusus teman2 GKI Ebenhaezer yang telah memberi banyak kesempatan dan peluang untuk menumbuhkan kehidupan rohani saya.
Sekali lagi.. terima kasih
Thursday, May 22, 2008
Indahnya memberi
berikut kutipan perkataan beliau -----------------------------------------------------------
I was appointed on a commission to investigate the conditions of the blind. For the first time I, who had thought blindness a misfortune beyond human control, found that too much of it was traceable to wrong industrial conditions, often caused by the selfishness and greed of employers. And the social evil contributed its share. I found that poverty drove women to a life of shame that ended in blindness.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Kebutaan bukan hanya bisa dilihat secara fisik, tetapi kebutaan juga bisa dilihat dari akibat kelemahan mental seseorang, kepasrahan diri seseorang untuk tidak berjuang dari kelemahannya untuk keluar dari kungkungan "kebutaan"nya.
Sungguh indah sebuah pernyataan dari Helen Keller ini. Ketika dia masih muda, banyak orang berpikir dia tidak akan bisa hidup lama karena penyakit di masa muda'nya yang mengakibatkan dia buta-tuli. Tetapi, sampai di penghujung hidupnya, dalam umur 88 tahun, dia tetap berkiprah untuk membuka mata dunia tentang arti kehidupan. Bahkan orang Jepang banyak yang tidak melupakan kiprah Keller bagi negara Matahari terbit ini. (kisah lengkapnya dapat dibaca di wikipedia)
Hidup tidak semata2 hanya karena meminta, tetapi juga memberi. Alangkah indahnya apabila kita hidup selalu memberi, tanpa meminta-minta. Helen Keller tidak memiliki apa-apa selain kemampuan untuk bertahan hidup dari keterbatasannya. Kemampuannya inilah yang menjadi inspirasi bagi semua orang yang hidup normal untuk senantiasa berusaha di kala dia susah. Kalau orang yang terbatas secara fisik saja mampu memberi, bagaimana dengan kita yang masih normal dan sehat walafiat ?
Marilah kita belajar memberi apa yang kita punyai, apa yang kita bisa berikan kepada orang lain. Bukan hanya perkara materi, tetapi juga hal-hal lain seperti ilmu, waktu, pemikiran, bantuan dan lain sebagainya.
Wednesday, May 21, 2008
Indahnya Kerjasama
Saya tidak mau promosi film ini lebih dalam lagi. Tetapi, ketika saya melihat di akhir bagian film ini, saya terkagum-kagum karena pembuatan film ini melibatkan banyak pihak, mulai dari orang Hongkong sendiri, orang China, orang Amerika, orang Australia, hingga orang Korea. (saya juga melihat banyak sekali film-film yang telah berkolaborasi seperti ini... cuma saya mau mengamati film ini saja deh.. ). Dan, menariknya lagi.... film ini "dilempar" ke berbagai negara, mengalami banyak editing (Digital Technology) sehingga hasil akhirnya dapat memuaskan para penontonnya (telah mengalami rekayasa sedemikian rupa). Kalau biasanya, para ahli yang datang ke negara pembuat film dan membantu editing film, saat ini dengan teknologi yang canggih dan internet yang super cepat membuat para ahli tersebut tinggal menunggu kedatangan file dari negara pembuat film untuk diedit, dan setelah selesai dikirim ulang untuk reproduksi menjadi film siap tonton.
Betapa susahnya untuk mengolah sebuah film dengan kerjasama dari berbagai negara. Bukan hanya sulit ketika memahami filmnya, tetapi juga berkomunikasi antar negara. Negara asia Timur, seperti Korea, belum banyak yang memahami bahasa Inggris sebagai bahasa International (meski fakta saat ini menunjukkan adanya peningkatan di kalangan publik). Belum lagi, film ini dipadukan antara bahasa Cina dan bahasa Inggris dan berbagai paduan lainnya seperti kostum, musik, setting lokasi yang berbeda, dsb.
Saya melihat poin kerjasama yang luar biasa dalam pembuatan film ini. Dunia telah banyak berkembang, tetapi mereka tidak melihat diri mereka sebagai individu tunggal yang dapat berkembang sendirian. Mereka memilih untuk berkolaborasi, bekerja bersama-sama untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Variasi kebudayaan yang akan menjadi masalah ternyata bisa diatasi oleh berbagai negara yang tergabung dalam pembuatan film ini. (tentunya juga terjadi di film-film lainnya...).
Dunia semakin mementingkan kolaborasi. Ketika kolaborasi dan kerjasama dapat berjalan dengan lancar, maka hasil yang didapatkan akan terasa optimal dan bisa memuaskan semua pihak. Alangkah indahnya ketika semua manusia bisa bekerja bersama-sama, bukan saling memusuhi, iri hati perang, saling membunuh, dsb. , untuk mencapai tujuan hidup manusia yang mulia, untuk menciptakan kedamaian manusia di muka bumi ini, untuk menghasilkan kehidupan yang penuh damai sejahtera bagi setiap orang yang hidup di sekitar kita.
Belajarlah bekerja sama. Raihlah hasil yang anda harapkan dari kerjasama tersebut.
Tuesday, May 20, 2008
Bentuk sebuah perhatian....
Dia menelpon saya karena beliau tidak tahu nomer telp istri saya. Dan dia mau memberitahu istri saya bahwa hari ini ada kuliah tamu dengan pembicara dosen dari luar negeri. Waow... saya sangat kaget dengan pembicaraan kami. Cukup aneh apabila seorang rektor harus menelpon mahasiswanya untuk ikut kuliah tamu, bukan ?
Kebetulan istri saya baru saja datang dari luar kota, dan dia juga mengambil mata kuliah yang diasuh oleh rektor. Kemarin ada kuliah tamu yang mendadak diadakan oleh jurusan dan istri saya tidak dapat hadir karena berada di luar kota. Sepertinya, rektor ingin mengingatkan istri saya untuk bisa hadir di kuliah tamu hari ini. Tetapi, sangat aneh apabila rektor sendiri yang menghubungi istri saya hanya untuk sebuah pesan tentang kuliah tamu. Seorang yang sangat sibuk, pemimpin sebuah universitas dengan jumlah mahasiswa diperkirakan sekitar 5000 orang, dengan jumlah mahasiswa asing lebih dari 200 orang. Dan, dia masih bisa mengingat istri saya sebagai seorang yang absen di hari kemarin, dan mau mengingatkan bahwa hari ini ada kuliah tamu. Sungguh menakjubkan, bukan ?
Saya tidak heran dengan hal ini karena begitulah layaknya kita, manusia ciptaan Tuhan, di hadapan Tuhan. Tuhan yang adalah raja dan penguasa alam raya, dengan segala kesibukannya setiap hari mengatur alam raya dan semua mahluk ciptaanNya, selalu menyapa kita setiap hari. Bentuk perhatian Tuhan justru lebih indah dari perhatian manusia. Tuhan tahu apa yang kita maui hari ini, dengan memberi perhatian berupa udara segar, cuaca indah, kesegaran tubuh dan hal-hal sederhana yang dapat kita nikmati. Namun, kita sering mengabaikan kebaikan dan perhatian Tuhan karena kita telah terbiasa menerima berkatNya setiap hari.
Hari ini saya diingatkan bahwa bentuk sebuah perhatian akan memberi makna bagi kehidupan kita. Siapapun diri kita, berikanlah perhatian terbaik kepada orang lain yang membutuhkan kasih dari kita. Amen.
Monday, May 19, 2008
Semua hanya perkara kebiasaan
a. Ranjang Spring bed
b. Ranjang katami (seperti orang Jepang / orang Korea)
c. Sofa empuk nan nyaman
d. Kursi direktur yang nyaman
e. lain-lain, sebutkan.......................
Mayoritas dari kita akan menjawab pilihan a, bukan ? Apabila orang Jepang atau Korea melihat pertanyaan ini, kemungkinan besar mereka akan menjawab b. Tetapi, bagaimana dengan pilihan c dan d? Siapa yang akan memilih pilihan ini ?
Di dalam keseharian kegiatan di lab, saya melihat seorang teman saya yang selalu nyenyak tidur di sebuah kursi. Kursi yang dibuat tidur tentunya bukan kursi kayu seperti kita jaman sekolah SD atau SMP dulu, atau juga kursi fiber atau dari bahan lain yang digunakan untuk perkuliahan. Kursi yang digunakan untuk tidur adalah kursi empuk nan nyaman, yang biasanya dipergunakan oleh para manager atau direktur sebuah perusahaan dan bisa diatur ketinggian serta kemiringan sandaran untuk kenyamanan penggunanya. Bahkan tipe sandarannya bisa diatur agar orang yang duduk dapat menikmati kenyamanan selama duduk di kursi tersebut.
Berdasarkan pengamatan saya, dia tidak tidur hanya barang 1 atau 2 jam. Tetapi, media kursi tersebut digunakan untuk layaknya kita tidur di rumah. Hampir setiap hari dia menikmati enaknya tidur di kursi pada jam tidur manusia normal. Cukup aneh bukan ?
Setelah sekian lama, saya mencoba berdiskusi dengan dia, mengapa kok dia bisa menikmati tidur di kursi nyaman tersebut, bukan tidur di rumah dengan hamparan spring bed atau katami yang biasa digunakan oleh orang Korea. Ada beberapa hal yang menarik untuk dikemukakan.
1. Faktor lokasi rumah
Rumah dia jauh dari kampus, sehingga dia memilih untuk tinggal di kampus daripada harus menghabiskan biaya transportasi ke rumahnya. Berhubung dia menggunakan mobil sebagai sarana transportasi, maka dapat dipastikan biaya yang ditimbulkan dari transportasi akan sangat besar (bensin, biaya perawatan, dsb.). Dengan kata lain, terpaksa harus tinggal di kampus untuk menghemat biaya.
2. Faktor kesibukan
Karena dia adalah pemimpin di lab, maka banyak pekerjaan yang diberikan ke dia. Lamanya perjalanan menuju rumah akan menimbulkan inefektivitas dan inefisiensi untuk melakukan pekerjaan. Mondar-mandir rumah-kampus sama dengna waktu yang dibutuhkan bagi dia untuk membaca sebuah journal Korea. Dengan kata lain, dia terpaksa tinggal di kampus agar pekerjaannya bisa selesai.
Kalau begitu, kenapa tidak beli ranjang atau sleeping bag untuk kenyamanan tidur di lab? Ternyata, kebijakan di jurusan kami adalah tidak memperbolehkan adanya ranjang atau tempat tidur di masing-masing laboratorium. Dan hal itu yang menyebabkan keterpaksaan seseorang untuk menikmati tempat tidur hanya berupa kursi yang nyaman.
Apakah enak tidur di kursi? Dia menjawab, hal ini sudah biasa dilakukan oleh dia dan orang-orang Korea lain. Karena kebiasaan, maka tidur di kursi itu menjadi sesuatu yang enak dan tidak menjadi masalah besar bagi keseharian dia.
Bagaimana dengan pendapat kita tentang hal ini? Setiap orang tentunya memiliki pandangan masing-masing tentang cerita di atas. Ada yang berpendapat bahwa orang ini pekerja keras (workaholic) sehingga dia akhirnya biasa untuk tidur di kursi. Ada yang berpendapat bahwa orang ini hidup pas-pasan sehingga dia hanya bisa menikmati kenyamanan sebuah kursi daripada mencari motel atau kos-kosan yang dekat dengan kampus. Ada yang berpendapat bahwa, itulah hidup orang Korea yang selalu diburu dengan deadline pekerjaan.
Masih banyak pendapat lain. Tetapi, saya tidak akan membahas pendapat itu satu per satu. Saya lebih ingin melihat makna kebiasaan di balik cerita ini. Bukankah sesuatu yang tidak nyaman akhirnya bisa nyaman karena faktor kebiasaan ? Bukankah sesuatu yang tidak enak akhirnya bisa jadi enak karena kebiasaan ? Bukankah sesuatu yang tidak biasa, akhirnya bisa jadi biasa karena dilakukan terus menerus ? Bukankah sesuatu yang tidak bisa akhirnya menjadi bisa karena faktor keterpaksaan ?
Ketika dalam kondisi "kepepet" atau terpaksa, maka manusia akan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang di luar batas pemikirannya. Ketika kita "dipepet" atau dihadapkan dengan situasi yang sulit, maka kita akan berpikir untuk mencari sesuatu hal yang bisa dilakukan tanpa berpikir nyaman, enak, biasa, dan sebagainya. Pokok'nya bisa dikerjakan, pokoknya bisa dilalui, pokoknya bisa selesai, dll.
Faktor kebiasaan berawal dari faktor keterpaksaan. Seringkali manusia mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan pekerjaan A karena dia tidak pernah melakukannya. Si B tidak bisa melakukan pekerjaan C karena tidak biasa melakukannya. Namun, cerita di atas menunjukkan bahwa manusia diberi kemampuan oleh Tuhan untuk bisa mengatasi hambatan-hambatan atau keterbatasan-keterbatasan yang ada dengan segala hal. Dan, ketika kita biasa melakukannya (walaupun dengan terpaksa pada awalnya), maka kita akan merasa sesuatu yang tidak enak, sesuatu yang tidak nyaman, sesuatu yang tidak bisa... akan menjadi sesuatu yang nyaman, sesuatu yang enak, sesuatu yang menjadi kenikmatan tersendiri bagi kita.
Bagaimana dengan diri Anda ?
Sunday, May 18, 2008
Iri Hati adalah awal kehancuran
Sebagai seorang pelajar, hal yang harus dijadikan perhatian adalah nilai. Nilai pelajaran akan menjadi sebuah tolok ukur keberhasilan dalam menyelesaikan sebuah perkuliahan. Nilai juga menggambarkan tingkat pemahaman seorang pelajar pada subjek yang dipilihnya. Oleh karena itu, hasil (nilai) pelajaran akan sangat berpengaruh bagi kehidupan seorang pelajar.
Saya mengalami sebuah masa "iri hati". Ketika saya akan menghadapi UTS sebuah mata kuliah, saya belajar dan berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Berbagai cara telah diupayakan untuk mengerti pelajaran yang sangat susah untuk dimengerti. Tetapi berbeda dengan seorang teman. Dia tidak belajar mata kuliah tersebut karena ada satu dan lain hal yang harus dikerjakan. Dia lebih banyak berpasrah diri daripada berusaha belajar hal yang sangat susah dipahami.
Tiba saatnya ujian. Kami satu kelas mengerjakan soal selama 2 jam. Dan, teman yang berpasrah diri lebih banyak berdiam diri dan mencoba mencari tahu dari buku yang dibawanya. (status ujian : open book). Saya berusaha mengerjakan sebisa saya. Hasil ujian kami dapatkan 1 minggu kemudian. Alhasil, nilai saya dan nilai teman yang berpasrah diri hampir sama.
Saya benar2 merasa kacau. Bukankah saya belajar dan bisa menjawab hampir seluruh pertanyaan? Tetapi teman yang berpasrah diri ternyata mendapatkan nilai yang hampir sama dengan saya. Usaha yang saya keluarkan sepertinya tidak sebanding dengan nilai yang saya dapatkan... dibandingkan dengan usaha teman saya mendapatkan nilainya. Timbul pemikiran yang aneh-aneh dalam benak saya.
Setelah saya merenungkan, ternyata dosen mengatakan hal yang cukup melegakan hati. Nilai yang didapatkan teman saya adalah bukan nilai yang sebenarnya. Dalam artian, nilai tersebut adalah nilai yang berdasarkan belas kasih dosen saya karena teman saya tidak bisa menyelesaikan permasalahan dalam ujian tersebut. Saya cukup lega ketika dosen saya menjelaskan hal ini.
Bukankah kita sering mengalami hal seperti ini? Ketika kita melihat orang lain mendapat lebih baik, mendapat lebih banyak, mendapat lebih bagus... maka kita akan langsung membanding-bandingkan. Timbullah rasa iri hati yang tak bisa terbendung.
Pengalaman hidup saya mengajarkan pada saya pribadi bahwa hasil yang saya peroleh adalah hasil usaha saya dan orang lain pasti bisa melihat hasil usaha saya, tanpa saya harus membandingkan dengan orang lain. "Iri hati" akan menimbulkan dosa yang ujungnya berakhir pada kehancuran. "Iri hati" karena orang lain mendapat lebih banyak, justru membuat kita terhambat untuk melakukan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Dan, ketika kita sudah berusaha keras, orang lain (yang ahli tentunya) akan mengerti bahwa nilai pelajaran adalah bukan segalanya dibandingkan dengan pemahaman tentang pelajaran tersebut. Nilai hanya sebuah tolok ukur. Sedangkan pemahaman pelajaran tersebut akan berguna bagi kita di masa depan.
Mari, kita belajar untuk menghargai usaha diri kita, menghargai apa yang kita dapatkan tanpa membanding-bandingkan dengan orang lain. Hasil yang didapatkan dengan usaha terbaik kita akan memberi kepuasan tersendiri daripada harus iri hati dengan orang lain yang belum tentu melakukan terbaik seperti diri kita.