Sebuah berita di Korea Times hari ini membuat saya tertawa geli. Judul artikelnya adalah "Buckle up, or not". Berita ini mendeskripsikan bagaimana ketatnya peraturan mengenai pemakaian sabuk pengaman dan pelarangan penggunaan HP selama mengemudi pada kendaraan bermotor roda 4 atau lebih. Setiap pengendara yang tidak mengenakan sabuk pengaman, akan dikenakan dengan 30.000 won (setara Rp. 300.000). Sedangkan, pengendara yang ditemukan menggunakan HP pada saat mengemudi, akan dikenakan denda 60.000 won (setara Rp. 600.000).
Jumlah uang tersebut tentunya tidak sedikit bagi orang Korea (dan juga bagi orang Indonesia tentunya). Berdasarkan data dari Kepolisian Nasional setempat, untuk pelanggaran sabuk pengaman tahun 2006 sejumlah 834.000 pengemudi terkena denda sejumlah 25 milliar won, tahun 2007 sejumlah 1 juta pengemudi terkena denda sebesar 31 milliar won dan di tujuh bulan pertama di tahun 2008, terdapat 550.000 orang yang telah ditilang dan terkena total denda 16 milliar won.
Begitu pula jumlah orang yang terkena denda akibat menggunakan HP saat mengemudi. Jumlahnya meningkat pesat dari tahun ke tahun - 3.6 millar won dari 60.000 pengemudi di tahun 2006, 5.5 miliar won dari 90.000 pengemudi di tahun 2007 dan 3.9 miliar won dari 65.000 pengemudi hingga Juli 2008.
Tentunya jumlah ini tidak sedikit, bukan ?
Pada suatu hari, seorang anak kecil yang sedang berjalan-jalan dengan ayahnya melihat sebuah mobil polisi lewat. Dan, ia bertanya kepada ayahnya "Apabila si polisi tidak mengenakan sabuk pengaman, siapa yang bakal menilang mereka yah ?".....
Sebuah pertanyaan bagus yang tentunya susah dijawab oleh semua kita. Siapa yang menjadi polisi'nya polisi ? Ketika polisi di Korea Selatan diwawancarai, mereka memiliki alasan mengapa mereka tidak mengenakan sabuk pengaman. Dan, mengapa mereka perlu menggunakan HP ketika mengemudi.
Seragam dinas mereka dilengkapi dengan tongkat dan pistol, yang tentunya cukup tidak nyaman ketika sabuk pengaman diikatkan. Dan, mobilitas polisi harus cepat serta tanggap, sehingga penggunaan HP oleh polisi masih dilegalkan.
Nah.. kalau udah begini.... Peraturannya yang salah, atau oknumnya yang seenaknya sendiri ?
Ketika kita memiliki kuasa (seperti polisi yang bisa mendenda karena sebuah pelanggaran), bisa jadi kita juga adalah pelanggar dari sebuah peraturan (seperti polisi yang tidak mau pakai sabuk pengaman). Ketika kita memiliki kuasa, kita harus hidup seperti orang arif dan bijaksana. Itulah kenapa manusia susah untuk hidup berintegritas. Karena, ketika kita hidup sendiri, kita merasa tidak ada seorang pun yang menjadi polisi kita dan kita memiliki kehendak bebas yang membuat kita bisa melakukan apapun semau gue.
Di atas langit masih ada langit. Artinya, di atas polisi masih ada polisi yang lain.. nah lo.... di atas manusia, masih ada PenciptaNya. Benar bukan ? Oleh karena itu, kita tidak perlu memusingkan sikap polisi yang tersebut diatas. Yang penting.. evaluasi diri kita untuk tidak menjadi orang munafik seperti mereka. :)
PS : Cerita di atas adalah cerita polisi di Korea Selatan, bukan di Indonesia kok....
Personal Branding
11 years ago