Thursday, December 18, 2008

jika A = B maka B = A

Mari kita kembali ke pelajaran Aljabar. Jika A = B maka B = A. Jika A∈B maka B superlatif dari A. Artinya, A adalah bagian dari B dan B lebih besar dari A. Secara matematis, A adalah subset dari B.

Bali adalah bagian dari Indonesia. Apakah Bali = Indonesia ? Tidak mungkin kita mengatakan Indonesia = Bali, bukan ?

Itulah kenyataan di mata orang Korea. Banyak dari orang Korea tidak mengetahui Indonesia. Mereka hanya tahu yang namanya Bali. Dan, ketika mereka mengetahui keindahan Bali, maka teori Aljabar di atas ternyata berlaku. Pemikiran bahwa Bali ∈Indonesia dianggap keliru. Karena, mereka melihat Indonesia = Bali, meskipun Bali adalah salah satu propinsi di Indonesia.

Satu hal yang membuat saya senang adalah ketika salah satu teman Korea saya, sekembalinya dari sebuah konferensi di Bali, dia mengatakan bahwa orang Indonesia bisa berbahasa Inggris dengan baik. (yang dia maksud adalah orang Bali bisa berbahasa Inggris dengan baik). Nah, tentu saja saya kaget bukan main. Pemikiran ini sangat berbeda dengan kita orang Indonesia asli, bukan ?

Kita pasti akan mengatakan bahwa orang Indonesia mayoritas kurang fasih berbahasa Inggris. Masyarakat Bali bisa berbahasa Inggris karena daerah mereka adalah daerah pariwisata. Dan, hal itulah yang memaksa mereka untuk bisa berbahasa Inggris. Sedangkan daerah lain tidak mengarah khusus pada sebuah tujuan pariwisata, sehingga kemampuan berbahasa Inggris hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.

Setelah berbincang mengenai bahasa Inggris, teman saya juga mengatakan ternyata Indonesia itu indah sekali. Nah lo... Indonesia itu indah.. atau Bali itu indah ? Sebuah pernyataan yang kurang tepat secara matematis di atas, bukan ? Kalau teman saya datang ke perkampungan kumuh di salah satu daerah terpelosok, dia bisa kaget bukan main tuh. :)

Dengan merefleksikan hal di atas, begitulah juga dengan kehidupan kita. Hidup kita ini bagaikan sebuah himpunan yang sama dengan kondisi di atas. Siapakah kita ? orang Indonesia ? Kalau begitu, ketika kita berbuat baik, pasti akan ada komentar yang mengatakan bahwa orang Indonesia baik. Mengapa ? Karena kita orang Indonesia sudah berbuat kebaikan kepada dirinya.

Jati diri kita tidak akan lepas. Sesuatu yang lebih besar (kewarganegaraan, tempat kerja, status kita, nama keluarga, dll.) akan melekat dalam diri kita dan menjadi sebuah superlatif yang perlu diperhatikan. Ketika kita salah melangkah, maka efeknya bukan hanya kepada kita, tetapi kepada nama superlatif yang kita bawa. Ketika kita (orang Indonesia ) mencuri, maka bisa dikatakan bahwa orang Indonesia itu suka mencuri.

Adakah saudara pernah memperhatikan hal ini ? Sudahkah kita ingat siapa diri kita sebenarnya ? Apakah saya = orang Indonesia ? Apakah saya = pelajar ? Apakah saya = pendidik ? Apakah saya = karyawan ? Saya menyandang sebuah jati diri yang lebih besar, daripada sekedar nama atau ID yang unik. Saya membawa sebuah nama yang general daripada sekedar nama yang tercantum di kartu nama. Begitu pula saudara....

Oleh karena itu, marilah kita melakukan perbuatan baik .. dimanapun kita berada, karena kita bukan hanya membawa nama kita sendiri, tetapi kita juga membawa nama superlatif kita... nama negara, nama daerah, nama suku, nama keluarga, jabatan kita, status kita, dll.

Tuesday, December 16, 2008

Apa artinya TRUST ?

Ketika kita menerjemahkan Trust menjadi kata PERCAYA, sepertinya susah sekali untuk bisa melakukan hal itu di antara sesama manusia. Kata Percaya itu hanya diperuntukkan bagi sesama sahabat, keluarga, atau orang terdekat kita. Tapi, ada juga suami-istri yang sudah tidak bisa saling percaya lagi. Nah, bagaimana itu ?

Semua ujian yang diselenggarakan di PNU, mayoritas dikerjakan oleh mahasiswanya menggunakan pensil. PENSIL ???? .. iya... pensil.

Bukankah kalau menggunakan pensil itu tidak sopan ? Bukankah kalau menggunakan pensil itu nantinya bisa membuat peserta ujian lebih mudah "mencontek" ? Bukankah kalau menggunakan pensil, akan lebih mudah diganti oleh peserta ujian ketika melakukan protes nilai ? Bukankah kalau menggunakan pensil itu ada celah bagi peserta ujian untuk memanfaatkan sumber daya yang lain karena kemudahannya untuk dihapus ? dan lain sebagainya...

Pertanyaan-pertanyaan seputar hal di atas akan terus bermunculan. Bahkan, saya pribadi telah menuliskan petunjuk pengerjaan tes di soal ujian "WAJIB MENGGUNAKAN BOLPOIN". Hal ini memang lebih mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam ujian.

Tetapi bagaimana dengan ujian yang menggunakan sistem koreksi otomatis dengan karbon ? Tentunya hal itu memerlukan supervisi khusus agar dapat meminimalkan kecurangan yang ada. Namun, yang terjadi di PNU bukan ujian dengan sistem koreksi otomatis tersebut, melainkan ujian essay, ujian hitungan matematis, ujian programming, ujian database, dan segala ujian yang berkaitan dengan Teknik Industri.

Rupanya, professor memiliki kekuatan yang powerful. Meski tes dikembalikan, ataupun tidak dikembalikan, professor memiliki penilaian yang sangat subjectif dan bisa dibilang objektif karena wajar dari sisi mahasiswa maupun dosen yang bersangkutan. Dan, menariknya adalah... tidak ada mahasiswa yang berniat melakukan penggantian karena kesalahan yang dia lakukan di kertas ujian ketika hasil ujian dibagikan.

Kultur / Budaya TRUST sudah mendarah daging di kehidupan orang Korea. Tentunya tidak semua orang bisa dipercaya. Tetapi, didikan tersebut telah ditanamkan sejak kecil, sejak TK. Dan, ketika ada orang yang melanggar TRUST tersebut, otomatis lingkungan akan menyisihkan dia.. memusuhi dia, bahkan mengusir dan memaki2 dia sebagai seseorang yang tidak layak dipanggil sebagai seorang berkewarganegaraan Korea. mengerikan bukan ?