Friday, February 22, 2008

Lokalisasi vs Globalisasi

Jangan salah persepsi tentang arti lokalisasi dalam bahasan ini. Bisa jadi, ada orang yang berpendapat bahwa lokalisasi bermakna negatif, seperti yang biasa disebutkan dalam media massa. Bahasan kali ini mau memperlihatkan pentingnya adaptasi sebagai langkah awal menuju pencapaian sebuah visi.

Kita telah tahu apa yang dimaksud dengan globalisasi. Ternyata, dampak globalisasi membuat kita mengesampingkan budaya lokal dimana tempat kita berada. Kalau kita penduduk Indonesia dan berada di Indonesia, maka kita akan lebih mudah menyesuaikan diri karena kebiasaan hidup kita terbentuk pada budaya yang sama. Lain halnya dengan penduduk Indonesia yang harus bertinggal di negara lain, seperti halnya saya pribadi di Korea Selatan. Hal ini memberi pelajaran bagi saya pribadi untuk beradaptasi pada lingkungan tempat saya tinggal.

Adaptasi terhadap sebuah lingkungan lokal, atau saya sebut dengan lokalisasi lebih mengedepankan masalah bagaimana mengatur dan menyesuaikan diri dengan budaya lokal setempat. Ketika kita beradaptasi, apakah kita mengubah diri kita sendiri ? Apakah kita menjadi bunglon yang siap berubah warna dimanapun kita ditempatkan ?

Berbeda itu indah. Ada hal-hal prinsip yang memang tidak perlu kita ubah ketika kita hidup di negara orang lain. Tetapi ada hal-hal esensial lain yang perlu kita adaptasi dan lakukan sehubungan dengan tata krama dan etika di negara orang lain. Cara menyapa dengan membungkukan badan, sikap hormat kepada orang yang lebih tua, bersikap rendah hati terhadap senior dan beberapa bentuk sikap lain yang harus ditunjukkan di hadapan orang yang lebih tua - adalah sebuah bentuk kebiasaan yang perlu diadaptasi oleh orang asing untuk bisa menjadi akrab dengan orang setempat di Korea Selatan.

Satu pengalaman yang membuat saya terkejut pada minggu ini adalah diberhentikannya salah seorang anggota laboratorium dari lab saya (orang asing). Setahu saya, orang ini cukup berminat untuk belajar di laboratorium saya. Namun, mengapa dosen saya memilih untuk mengeluarkan dia daripada mempertahankannya?

Satu hal yang saya pelajari adalah - tidak adanya kesediaan dari teman saya untuk beradaptasi dengan kondisi di lab saya. Pemikiran globalisasi selalu menghinggap di pemikirannya. Bahkan segala tradisi lokal yang dimilikinya dipertahankan dengan pemikiran bahwa dia adalah orang asing di tempat ini. Sikap hormat kepada orang yang lebih tua, menyapa pada orang lain bahkan berusaha belajar bahasa Korea pun tidak mau dilakukannya hanya karena kebiasaan yang berbeda dengan negara dia berasal.

Belum lagi faktor2 lain yang berhubungan dengan orang Korea, seperti lebih mementingkan kelompok daripada individual, terbuka dan siap untuk berargumentasi ternyata tidak bisa dijembatani dengan baik. Banyak pekerjaan kelompok yang akhirnya harus terbengkalai karena kelalaian dari teman saya. Bukan hanya lalai, karena dia merasa hal itu bukan pekerjaannya. Individualistis dan liberalistis (pengaruh globalisasi) yang dia miliki terbawa pada lingkungan dimana dia berada.

Alhasil, penilaian dosen saya cukup akurat. Tidak ada kontribusi real yang dibawa oleh rekan saya. Meskipun dia cukup pintar dalam masalah bahasa Inggris dan sebuah topik analisis Industri, tetapi dosen saya memilih untuk memberhentikan dengan hormat daripada memberi instabilitas pada performansi laboratorium.

Siapa yang salah ? Orang asing atau orang Korea ? Buat saya, ketika kita berani memilih hidup di negara asing, artinya kita siap untuk belajar "lokalisasi" dari negara tersebut. Kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan merangkul orang-orang di sekitar kita. Sebagai mahluk sosial, kita perlu bergaul dan mencari pandangan baru tentang kehidupan, bukan hanya sekedar untuk mencari keilmuan yang bisa didapat dari internet.

Kesimpulan saya, jangan melihat pentingnya globalisasi saja. Tetapi perhatikan dengan lokalisasi dimana kita berada saat ini. Ketika kita berada di negara A, maka kita harus belajar kebiasaan negara A untuk beradaptasi dan mencari relasi yang lebih luas lagi. Ketika kita berada di negara B keesokan harinya, maka kita harus belajar beradaptasi dengan kebudayaan negara B untuk mencari relasi yang lebih luas lagi. Tentu saja, jangan mengaburkan arti adaptasi dengan merubah diri kita sendiri.

Ada hal2 esensial dari diri kita yang perlu dipertahankan. Apabila kita mengetahui bahwa memukul kepala adalah hal yang buruk, maka meski negara lain memiliki kebiasaan memukul kepala - kita tidak perlu mengikuti kebiasaan itu. Apabila kita mengetahui bahwa tidak pantas untuk berkata-kata dengan membentak-bentak, maka kita tidak perlu beradaptasi dengan lingkungan dengan mengubah cara kita berkomunikasi dengan membentak-bentak seperti yang dilakukan orang Korea.

Segala sesuatunya memiliki nilai positif dan negatif. Silakan melakukan hal-hal yang kita pandang sebagai hal yang positif dan mengesampingkan hal-hal yang kita pandang sebagai hal yang negatif. Jangan hanya berpikir globalisasi - pikirkan juga lokalisasi.